rumahpenerbitan Suarasuara

Suarasuara is a passion-based publishing house founded to celebrate and liven up the creativity, talent and ability of our society.

Tuesday, March 28, 2006

KataHati

Antologi "KataHati" dimuatkan dengan karya dalam pelbagai bentuk dan genre, seperti puisi, esei, fiksyen dan nonfiksyen, sketsa, fotograf serta penulisan perjalanan daripada penulis-penulis generasi baru.

The "KataHati" anthology carries a wide range of works in a multitude of trajectories and various forms and genres such as poetry, essays, fiction and non-fiction works, sketches, photographs as well as travel writings by the invigoratingly fresh, new, current and mostly unheard talents.

They are Fazli Ibrahim, Tan Sei Hon, Rozan Azen, Zulkifli Ramli, Chuah Chong Yong, Izwan Suhadak, Haris Zalkapli, N A Halim, Raja Ahmad Aminullah, Wira Budiman Azizan, Nor Azlina Masnan, Masnoor Ramli, Nurhanim Khairuddin and Zaslan Zeeha Zainee.

Kandungan

Fazli Ibrahim
A Personal History Of Sand

Haris Zalkapli
Filem Malaysia Di Persimpangan

Rozan Azen Mat Rasip
Kesusasteraan: Wahana Ideal Nilai Pendidikan
Aku Malu
Qisas Tsunami
Sajak Tangan Kepada Hati
Sajak Hati Kepada Tangan
Mengejar Transisi (buat Kuala Lumpur di Millenium Baru)

Zulkifli Ramli
Membentuk Muzik Tanpa Sempadan

N A Halim Hassan
Mendota Monsoon
A Morrocan Night
Voice Of Reason
Soul Of Lorca
Fragile
Tersungkur Di Pintu Syurga
Kulagukan Cahaya Mentari
Wasiat

Izwan Suhadak Ishak
Aku duduk mendagu Izwan

Shamsiah Hj Mahli
Rasa Hati

Mohd Faiz Hamid
Pesan Gelombang

Aishah Kushairi
Ziarahku Yang Terakhir

Norazlina Masnan
Cerita Kita-Kita

Wira Budiman Azizan
Kerana Mereka Bukan Marhaen
Model
Antara 'Jangka Masa Panjang" Dengan "Jangka Masa Lebih Panjang"
Muara Selut

Raja Ahmad Aminullah
kkk or ccc kopi -kueh -kertas kerja or coffee, cakes and curry puffs
Daddy, can we go to Bali?

Tan Sei Hon
Psyche -Tecture

Masnoor Ramli Mahmud
Study For 'KAU'
Study For 'Spit to the air'
Study For 'Thank U'

Hamir Soib@Mohamed
Study For The Material World
Tiru Macam Saya
38 Special Bore

Nur Hanim Mohamed Khairuddin
Untitled I
Untitled II

Chuah Chong Yong
Postcard To Me
Visual Study for Images on 'construction pillars' for Pre War Bulding for sale: Agenda Hari Ini, September 2000
Visual Study for Images on 'construction pillars' for Pre War Bulding for sale: Agenda Hari Ini, September 2003

Butiran

Genre : Puisi-cerita pendek- lakaran-foto-esei
Mukasurat : 134 halaman
Cetakan Pertama : 2006
ISBN : 9834302231

Utopia Trauma - Rahmat Harun

Rahmat Harun seorang anak muda yang giat menulis puisi dan membuat lakaran serta sketsa. Juga merupakan seorang aktivis teater dan mempunyai pendirian yang tersendiri. Banyak bergaul dengan anak-anak muda yang peka terhadap lingkaran sosial masyarakatnya. Rahmat dalam usia yang muda telah menjelajah timur dan barat.

Utopia Trauma merupakan kumpulan puisinya yang pertama.

Kandungan
  • khayal
  • tamadun
  • tidur
  • utopia trauma
  • ilustrasi i
  • balada jantan gagal
  • sajak bunga kental
  • ilustrasi ii
  • laloq mat solo
  • balada rabak balut
  • ilustrasi iii
  • talqin buat mat bunga @ mat kental
  • rebecca, kita tak pernah bercinta
  • hanya tinggal parut
  • ilustrasi iv
  • hitch hike
  • eraserhead
  • mayo
  • ilustrasi v
  • isim tiga musim
  • isim
  • doa selamat
  • obserbasi
  • ilustrasi vi
  • protes
  • taman tergantung bangsa
  • talqin (3) - hutang yang tak berbayar
  • ilustrasi vii
Butiran

Genre : Kumpulan Puisi
Mukasurat : 51 halaman
Cetakan Pertama : 2006
ISBN : 9834302221

Fosil - Amirul Fakir

Puisi 'Sejadah Yang Berdarah' membentangkan suatu naratif fenomenologi mengenai gejala sosial dengan memberikan kesan perasaan dan minda yang cukup kuat. Manakala 'Mengenderai Sang Angin' pula, penyair mempamerkan teknik pemadatan semantik dan seni puitik yang utuh.

Kekuatan kepenyairan Amirul Fakir memenuhi tuntutan seni puitik daripada jenis yang menggunakan hubungan kilasan pada mesej yang didirikan (penyembunyian makna)--penyair matang dari sudut keindahan yang dijelmakan melalui strategi 'kesungguhan intelektual tak langsung'

--Arbak Othman (UPM), kajian Puisi : Oleh Kebaikan Tercalar, Rasa Turut Terselar, 2003 (Diskusi Karya SPMG)

Kandungan
  • Pertanyaan
  • Apologia
  • Seorang Tuaku
  • Akrab
  • Segugus Munajat
  • Ceritera Kasih ii
  • Ceritera Kasih iii
  • Siklus
  • Lancung
  • 99
  • Hah! Segala Serigala
  • Ceritera Seusai Sayembara
  • Puisi Adalah ...
  • Munajat vi
  • Dendam
  • Dalang
  • Karcis Imam di Kota Galau
  • Kutemui Janji
  • Saat panen usia
  • Saat sejarah ziarah
  • Aku kini
  • Sang Tiran
  • Mengenderai sang angin
  • Sumur Bahasa
  • Pilihan
  • Segenggam Tanya Buat Penunggu Ragu
  • Serahkan Rimbun Pada Pohon
  • Segalanya Sudah Diatur ...
  • Sesaat, Kasturi-Mu
  • Kartu lebaran seorang martir
  • Bahasa kadal
  • Si Burung hijau
  • Titah Bahasa
  • 'Sirr'
  • Pada suatu malam, kubaca catatan merdeka
  • Legasi Sang Perang
  • Sejadah yang berdarahNegeriku yang aduhai ...!
  • Kolaborasi Para Korupsi
  • Cakar-Mu
Butiran

Genre : Kumpulan Puisi
Mukasurat : 51 halaman
Cetakan Pertama : 2006
ISBN : 9834302214

Gajah Putih / The White Elephant - Zakaria Ali

Zakaria Ali seorang penyair, pelukis, novelis, professor sejarah seni di USM Pulau Pinang. Beliau telah berjalan jauh--ke Mexico, New York, dan pelbagai tempat di Nusantara ini. Menerima pendidikan seni di Austin, Texas, Mexico dan memperolehi PhD dari Universiti Harvard. Zakaria merupakan seorang penulis yang selesa di mana beliau berada; namun penelitian dan perinciannya mengenai manusia dan masyarakat mengasyikkan.

Zakaria Ali is a poet, artist, novelist and professor of art history in Universiti Sains Malaysia, Penang. He has travelled extensively--to Mexico, New York and all over South East Asia. Received his education in arts from Austin, Texas, Mexico before completing his PhD at Harvard University. Zakaria is a very unassuming but nevertheless meticulous observer of the human condition.

Kandungan
  • Gajah Putih
  • The White Elephant
  • Jambatan
  • The Bridge
  • Pintarnya Wak Penyut
  • The Brilliant Wak Penyut
  • Pertapa Bersayap
  • The Winged Hermit
Butiran

Genre : Kumpulan Cerpen
Mukasurat : 56 halaman
Cetakan Pertama : 2006
ISBN : 9834302207

Kata Kata Hati - Raja Ahmad Aminullah

Raja Ahmad Aminullah seorang penyair dan penulis. Menerbitkan kumpulan puisi pertama yang memuatkan puisi-puisinya dari tahun 1972 sehingga tahun 2004 dalam koleksi dwi-bahasa Menyarung Jiwa / Soulship dua tahun yang lalu. Seorang peneliti dan pelajar budaya dan sejarah.

Kandungan
  1. perempuan itu adalah...
  2. khazanah kekayaan itu adalah
  3. kepedihan
  4. macam-macam (ada)
  5. surat seorang pemerhati kepada sesiapa saja
  6. kereta kencana
  7. aku hanya menikmatimu dalam mimpiku
  8. surat kepada seorang penggembala
  9. yang luka
  10. janji puisi bukan janji membina monumen
Butiran

Genre : Kumpulan Puisi
Mukasurat : 50 halaman
Cetakan Pertama : 2006
ISBN : 983430224x

Friday, March 24, 2006

BERNAMA: Suarasuara To Launch New Generation Books

KUALA LUMPUR, March 24 (Bernama) -- In conjunction with the upcoming Kuala Lumpur International Book Fair at the Putra World Trade Centre, RumahPenerbitan Suarauara is set to launch five titles of various genres written by a new generation of writers on Tuesday.

The one-month-old publishing house was set up to give young writers, as well as new generation of writers, the opportunity to get their works published with the hope that the mainstream publishers would notice their works and bring it to the next level.

Suarasuara's founder, Raja Ahmad Aminullah Raja Abdullah, a writer and poet, said some of the work were written by fresh and undiscovered young and mostly urban poets and writers, and readers might find their works invigorating.

"Some may find the writings a bit rough or rude, but these are by raw talents," he told Bernama in an interview.

"We can ask these writers to write something that sounds more polite, but this is what writers in this time think. The writings are different as time goes by," he said.

Raja Ahmad Aminullah gave an example of his first published book entitled "Menyarung Jiwa" or "Soulship", a collection of poems in Malay and English he wrote from 1973 to 2003, noting the development in his writings as the years went by.

"At first, I was hesitant to publish a collection spanning 30 years, but that was who I was during those times," he said.

The five books that will be launched titled "KataHati", "Utopia Trauma", "Gajah Putih / The White Elephant", "Fosil" and "KataKataHati", Raja Ahmad's second collection of poems.

"KataHati" is a collection of an array of compositions such as poetry, essays, fiction and non-fiction works, sketches, photographs and travel writings by mostly unheard talents and Raja Ahmad himself.

"Utopia Trauma" is a debut collection of poems by Rahmat Haron, a sketch artiste and theatre activist, who's poems were based on the experiences mostly visible in modern lives, but unutterable to many.

"Fosil" is also a poetry anthology by Amirul Fakir, a fresh, new generation poet, while "Gajah Putih / The White Elephant", a collection of four short stories in English and Malay, was written by Prof Dr Zakaria Ali, a poet, artist, novelist and professor of art history at University Science Malaysia (USM).

With the publication of these books, Suarasuara hopes to encourage young writers to share their thoughts which reflect what life is, where ever it may be in this time.

Raja Ahmad Aminullah, who also appreciates other countries' literature, said he would be happy if mainstream publishers would recognise the works of new generation writers.

"Suarasuara is a small publishing house and our resources are limited. What we can do is publish some compositions to be distributed at a small scale and hopefully, big publishers would notice them," he said.

-- BERNAMA

Link: Article at Bernama.

The Bookaholic: New Voices

Sharon Bakar, a litblogger in Malaysia, posted about Suarasuara on her blog:
"It's a passion thing ..." said Raja Ahmad Aminullah telling me about his new publishing venture on the phone the other day.

He has been working with some "fresh and undisovered poets and writers" writing in a variety of genres, and now his venture RumahPenerbitan Suarasuara (Voices Publishing House) is due to launch its first five titles at the KL Book Fair next Tuesday.
Read the full blog post.

KakiSeni: Biar Berjuang untuk Kebenaran!

Kumpulan puisi Menyarung Jiwa oleh Raja Ahmad Aminullah meraikan bahasa nurani dan jiwa manusiawi

oleh Amirul Fakir
06-10-2004


Ketika diundang dengan penuh takzim bagi menyempurnakan pelancaran kumpulan puisi dwi bahasa Raja Ahmad Aminullah berjudul Menyarung Jiwa (Soulship), di NN Galeri baru-baru ini, Sasterawan Negara Prof. Dr. Muhammad Hj. Salleh telah memulakan bicara dengan melontarkan ungkapan sinis, antaranya, “ini bukan zaman seni, ini zaman menyingkirkan seni!”, “ini bukan zaman bahasa, ini hanya zaman untuk berkata-kata!”, “ini bukan zaman ilmu, ini zaman mendapatkan MBA!” dan “ini adalah suatu zaman yang tidak mencari puncak falsafah, tetapi suatu zaman mencari puncak materi dan keuntungan!”

Bagi beliau, ketika massa telah dibentuk untuk menjadi bongkah batu yang tidak lagi mampu berfikir, kehadiran puisi-puisi Raja Ahmad Aminullah begitu berarti kerana upayanya untuk mengulit lidah nurani kepenyairannya agar berkata-kata. Bahasa nurani yang telah sering dialpakan oleh massa. Kerana bangsa yang lupa berkata-kata dan berfikir adalah bangsa yang bisu, tegas beliau.

Menurutnya lagi, pada sebuah zaman yang bersimpang siur dan penuh dengan keriuhan, karya-karya ini jelas dapat mengimbangi segala kebingitan di luar diri. Membenarkan kata hati bertutur dan gelisah fikiran ditintakan pada helaian kertas. Prof. Muhammad mengabsahkan tentang kemampuan penyair menjadi warga dunia dan menulis untuk dunia walaupun bahasa dan jiwa pertamanya dibina oleh negaranya sendiri.

Kemampuan ini bagi beliau amat baik kerana setiap situasi yang tercetus di seantero dunia harus juga diungkapkan agar bisa menilai diri. Tidak kurang pentingnya adalah keupayaan penyair berfikir dalam dua bahasa dan dalam hal ini Raja Ahmad Aminullah telah berjaya mencantumkan benang bahasa tersebut sehingga terhasil renda-renda puisi yang bernuansa.

Raja Ahmad Aminullah yang dilahirkan di Ipoh, Perak pada tahun 1955, pernah mengikuti The World Campus Afloat Programme di Amerika Syarikat dan menyertai kursus penulisan kreatif di sana. Kecenderungannya di dalam bidang penulisan mendorong beliau bekerja sebagai wartawan di akhbar New Straits Times pada awal 1975 dan kemudian melanjutkan pendidikannya dalam bidang komunikasi massa di Institut Teknologi Mara (ITM). Pada tahun 1978 pula, mengikuti pengajian undang-undang di London.

Keprihatinan dan kepekaannya terhadap isu semasa serta masalah rakyat, menggerakkan nuraninya untuk menubuhkan Yayasan Pembangunan Rakyat Miskin Perak (YPRM) pada tahun 1993 dan menjadi pengerusi sehingga ke tahun 2001. Manakala kecintaannya terhadap seni pula menyaksikan kesungguhan beliau bersama para seniman tanah air, mengasaskan Yayasan Kesenian Perak (YKP) tahun 1996 dan menjadi Pengerusi YKP sehingga kini. Beliau memang seorang penggiat seni yang dihormati kiranya diukur dari kehadiran tokoh-tokoh seni pada malam ini.

Sebelum menukilkan nokhtah pada bicara beliau pada malam itu dan menerima cenderahati daripada penyairnya, SN Prof. Dr. Muhammad Hj. Salleh sekali lagi menitipkan rasa terima kasih dan terharu atas kesudian penyair mengundang dan memilih beliau untuk menyempurnakan pelancaran kumpulan puisi dwi bahasa tersebut. Beliau berharap dan berdoa agar karya ini ditatap dan dikunyah intinya oleh peminat sastera dan diraikan ‘jiwa’nya oleh masyarakat.

Ungkapan sinis yang dilontarkan oleh tokoh sasterawan tersohor itu sewajarnya difikirkan bersama bagi mereka yang mau digolongkan sebagai seniman terutamanya dan pencinta seni keseluruhannya. Ini kerana apabila golongan yang kononnya mendabik dada sebagai seniman dan pencinta seni akur terhadap segala kebobrokan dan turut pula bersekongkol dengan kezaliman maka jelaslah mereka juga telah menjadi bongkah batu yang bisu meskipun tetap berkarya!

Barangkali inilah yang ingin disampaikan oleh Prof. Dr. Siti Zainon Ismail tatkala membacakan puisi pilihannya berjudul ‘Salam’ – “buat teman-teman yang kini di ‘rehat’kan.” Puisi yang digarap sekitar tahun 1975 ini, adalah salah sebuah puisi yang dimuatkan di dalam kumpulan puisi setebal 261 halaman itu. Meski dihasilkan hampir tiga dekad yang lalu namun kesegaran dan keampuhannya sebagai sebuah karya seni jelas dapat dikunyah apatah lagi isunya begitu menukik massa.

Sepertimana dikutip pada dua bait yang terakhir puisi tersebut:

teman-temanku salam dari kami pencinta kebenaran dan keadilan moga ketabahan semangat kalian menjadi inspirasi kepada kami! sekali mara terus mara daripada hidup ber ‘tuah’ pada kebatilan mahupun men ‘jebat’ pada membabi-buta biar berjuang untuk kebenaran!!

Manakala Prof. Madya Dr. Zakaria Ali turut terpanggil untuk membacakan puisi ‘Nadim’ dalam bahasa Inggeris. Puisi ini mengungkap peran para agitator dalam mencipta ketakutan kepada para pemuka tentang perlunya ‘kebijaksanaan’ dibungkamkan demi kelestarian sebuah kuasa. Sebagai salah seorang yang terlibat menterjemah sebahagian besar puisi-puisi yang terkandung di dalam kumpulan puisi dwi bahasa itu, beliau jelas berjaya menghayati setiap bait yang dilontarkannya di tengah khalayak.

Malahan 104 buah puisi yang dibahagikan kepada lima bahagian, bermula dengan ‘awal langkah’, ‘pangkalan’, ‘pelabuhan-pelabuhan’, ‘menyarung jiwa’ dan ‘langkah kemanusiaan’ ini turut menampilkan catatan beliau sebagai penterjemah. Dalam catatannya, beliau menanggapi puisi karya Raja Ahmad Aminullah sebagai; “…puisi yang memberi berbagai jawapan dalam jangka yang berbeza, tetapi kerap pula, tanpa memberi jawapan apa-apa, hanya dengungan yang menggeletar lama sesudah muka surat buku ditutup.’”

Kemunculan Teater Fizikal dengan menampilkan Fahmi Fadzil membacakan puisi sementara Marion D’ Cruz mengintepretasikannya dengan gerak dan liuk tari seolah menyihir khalayak, teruja dalam bauran suara dan gerak yang mengasyikkan. Sehingga makna kata dan liuk tari kelihatan bergetar dan mengitari ruang lalu akhirnya menyatu. Puisi ‘Embun Pagi’ (perjalanan 20 tahun) itu telah diolah oleh dua insan seni ini dengan apresiasi yang begitu berbobot sekali.

Dr. Krishen Jit yang meluahkan rasa terharunya kerana turut diundang, membacakan puisi yang telah dipersembahkan oleh Teater Fizikal, tetapi memilih untuk mengungkapnya dalam versi Inggeris. Tatkala memperkatakan tentang kumpulan puisi tersebut, Dr.Krishen Jit berpendapat karya-karya yang dihasilkan oleh Raja Ahmad Aminullah jelas memperlihatkan identifikasi jiwa kepenyairannya yang jujur dengan upayanya menyelami kepentingan setiap individu dalam komuniti.

Beliau turut bersetuju dengan pandangan SN Prof. Dr. Muhammad Hj. Salleh dalam kata pengantarnya, bahawa jejak kepenyairan Raja Ahmad Aminullah telah menyeberangi selat nusantara untuk mengutip makna sejagat yang berserakan di negara-negara jauh. Ini menurutnya lagi, sering diabaikan oleh sebahagian besar penulis Malaysia yang sepatutnya mencorakkan diri menjadi penulis dunia untuk memberi makna yang lebih luas melangkaui batasan yang sering dibina dalam karya-karya mereka.

Menyentuh tentang ‘pengkotakkan’ di kalangan seniman, sindrom ini baginya telah menular tidak sahaja di kalangan penulis malahan membabitkan golongan pelukis, penggiat teater dan seni yang lain. Mereka berasa lebih senang untuk berbicara di dalam kelompok masing-masing dan tidak begitu menghiraukan hal-hal seni yang berlaku di sekitar apatah lagi yang tiada kaitan dengan bidang mereka. Hal ini tidak pernah berlaku sekitar tiga puluh tahun lampau di mana setiap penggiat seni berasa bebas untuk memberi komen dan berinteraksi meskipun dalam bidang yang berlainan. Sebelum menutup bicara, beliau berharap agar seniman generasi baru tidak terus terseret ke dalam situasi yang begitu menggusarkan ini.

Link: Article at KakiSeni.com